Thursday, August 28, 2008

Menyambut Puasa

Marhaban Yaa.. Ramadhan..Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadan. Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadan, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).

Event: BLADE MASTER COMPETITION 2008

Combined Martial Arts Academy (CMAA) Indonesia dan BELATI (Beladiri Pisau Taktis Indonesia) akan mengadakan "BLADE MASTER COMPETITION 2008" yaitu pertandingan Knife Fighting Pertama di Indonesia.
No weight division, no genre, No age division, just two combatan, two knife, 1 survivor!

Tanggal : 15 November 2008
Tempat : Hall Gulat Senayan, Jakarta Indonesia

Ttg peraturan, safety gear, semua sedang digodok CMAA dan BELATI. Event ini juga mengundang perguruan beladiri dengan senjata, untuk melakukan Demo. Yang sudah memastikan untuk demo sebagai pengisi acara adalah: Team Arnis - Eskrima Cacoy Doce Pares CMAA Indonesia dan BELATI (Beladiri Pisau Taktis Indonesia)

BUT the Million dollar question is "who is the BLADE MASTER 2008" ?

Join the Event and earned the tittle as " THE BLADE MASTER 2008 "

More Info: BLADE MASTERS COMPETITION 2008

(Irwan Hermawan)

Monday, August 25, 2008

Fast and Deadly

Halo semua pecinta seni beladiri!
Saat ini saya hadir kembali untuk menyumbangkan video yang bisa didownload dan dinikmati bersama. Kali ini adalah rekaman pertandingan karate , dimana satu tendangan ke arah perut cukup untuk menyelesaikan pertandingan.
Tendangan ini sangat cepat dan saya yakin anda harus me replay video ini. Bila dilihat secara teliti tendangan mengena di atas sabuk sehingga tidak terhitung ilegal.

Saya yakin, tendangan ini telah dilatih secara terus menerus sehingga dapat dilakukan dengan cepat dan akurat.

Salam beladiri dan selamat menikmati !
PS : File berupa flash video (FLV) sehingga harus memiliki FLV player terlebih dahulu

Download FLV player 1,4 Mb
Download Video pertandingan karate (fast and deadly kick!) 1,5 Mb

Tuesday, August 19, 2008

Sejarah Silat dan Peranannya Sebagai Alat Perjuangan Bangsa

Merdeka!! Dirgahayu Republik Indonesia !!

Pencak silat tidak diragukan lagi merupakan salah satu budaya bangsa yang sangat berperan dalam sejarah perjuangan bangsa ini dari sejak jaman kolonialisme sampai jaman perang kemerdekaan. Jaman dahulu Beladiri merupakan identitas suatu bangsa yang menunjukan kemampuan dan daya tahan bangsa itu ketika mengalami gangguan atau bahkan memperluas daerah kekuasaan


Awal mula
Sejarah mencatatat bahwa manusia mengembangkan kemampuan beladiri untuk bertahan hidup, kemampuan beladiri ini sudah ada sejak zaman dahulu kala. Beberapa aliran kuno di nusantara memiliki hikayat dan metos bagaimana aliran itu di ciptakan yang sebagian besar nenek moyang kita belajar beladiri kepada binatang atau mengikuti tingkah polah binatang (seperti pada mitos silat cimande, silat bawean, silat melayu). Sebagian besar di lukiskan belajar pada tingkah binatang seperti monyet, macan, ular dan burung.
Beladiri pada perkembangannya digunakan pula sebagai alat untuk memperluas kekuasaan dan mempertahankan kedaulatan kelompok masyarakat yang pada akhirnya pemahaman dan penguasaan beladiri dan kesaktian menjadi sarat untuk menentukan posisi sosial dan politik di masyarakat kala itu. Demikian pula dengan kerajaan - kerajaan di nusantara dimana beladiri ini di ajarkan di lingkungan terbatas dan tidak di ajarkan secara bebas kepada masyarakat umum.
Tercatat kerajaan kerajaan seperti Sriwijaya dan Majapahit kala itu memiliki bala tentara yang sangat cakap dalam berperang dan ahli dalam beladiri sehingga bisa memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas pada jamannya. Demikian pula dengan kerajaan Sunda Pajajaran yang tercatat pernah mengalami pertikaian dengan Majapahit pada kasus Puputan Bubat dimana tercatat dalam sejarah semua pengiring putri Pajajaran bertempur sampai darah penghabisan dengan menggunakan paling tidak 7 jurus silat yang di kuasai para pasukan Pajajaran kala pertempuran Bubat terjadi.


Pengajaran silat
Pencak silat mulai berkembang dan melembaga sebagai salah satu mata pelajaran pada masa itu hanya di ajarkan di lingkungan keraton dan lembaga mandala. Di keraton dan istana silat diajarkan pada lungkungan keluarga istana, penggawa sampai pasukan perang. Sedangakan di mandala, silat dan ilmu kebatinan di ajarkan para pendeta dan rohaniawan kala itu, rakyat jelata tidak bisa belajar beladiri begitu saja. Ada status social dan ada aturan yang membatasi penyebaran ilmu beladiri dan kanuragan pada masa itu.
Pada masa awal islam masuk ke bumi nusantara kebiasaan pengajaran beladiri di wiyatamanda ini dilanjutkan, dengan mengajarkan juga silat dan beladiri di lingkungan pesantren guna membantu penyebaran agama islam kala itu. Sehingga akhirnya rakyat bisa mendalami pencak silat ini dan peranan pesantren dan kerajaan islam kala itu sangat besar dalam membantu penyebaran silat di nusantara.
Kebiasaan ini melekat sampai sekarang, budaya solat dan silat masih di pegang teguh pada silat betawi dan Sumatra, kebiasaan berlatih silat di halaman surau setelah shalat isya sampai jam 24 malam menjadi hal yang biasa. Keterikatan antara guru dan murid disimbolkan dengan pengangkatan anak sasian pada silat minang, dimana murid di angkat sebagai anak dari guru. Istilah "lahir silat mencari kawan dan bathin silat mencari tuhan" menjadi sangat popular di tanah minang. Bahkan tinggal di surau dan bersilat sudah merupakan ‘Live Style' bagi para pemuda minang kala itu.

Masa kolonialisme
Silat mulai digunakan sebagai alat perjuangan ketika masa kolonialisme, dimulai dengan pengusiran pasukan Portugis dari Batavia oleh pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahilah, tercatat puluhan ribu pasukan dari mataram, Cirebon dan sekitarnya bergerak guna menghalau pasukan Portugis dari Batavia.
Belum lagi perjuangan masyarakat Banten dalam mengusir Belanda yang menghasilkan kebudayaan Debus. Kebudayaan ini dulu di gunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri pasukan Banten dalam melawan pasukan Belanda. Pertempuran antara Banten dan Belanda ini berakhir setelah Belanda melakukan politik adu domba yang mengakibatkan ratanya istana kerajaan Banten.
Perjuangan melawan kolonialisme tidak luput dari penggunakaan silat sebagai alat untuk membela bangsa kala itu, tercatat pertempuran yang paling besar dalam sejarah kolonialisme belanda adalah perang Diponegoro yang menyebabkan kebangkrutan dari VOC.
Kyai Mojo yang merupakan guru sekaligus penaset spiritual Pangeran Diponegoro berhasil ditangkap oleh Belanda dan di buang ke daerah Tondano di Sulawesi utara. Di Tondano ini beliau tinggal di daerah Jaton (Jawa Tondano) beserta para pengikutnya yang kemudian mengajarkan pelajaran agama dan beladiri pada masyarakat sekitar yang sampe saat ini masih dilestarikan dan dikenal dengan Silat Tondano yang sampai sekarang masih di kembangkan dengan nama "Perguruan Satria Kyai Maja".

Pada masa kolonialisme pengajaran silat di awasi dengan ketat karena di anggap membahayakan keberadaan penjajah kala itu, intelegen sangat memperhatikan siapa saja yang bisa silat dan mengajarkan silat kepada masyarakat dianggap membahayakan dan di jebloskan kepenjara. Ini sangat berpengaruh pada pola pengajaran pencak silat, sehingga pengajaran silat beladiri mulai sembunyi sembunyi dan biasanya di ajarkan dalam kelompok kecil dari rumah ke rumah pada malam hari.
Belanda juga memanfaatkan para jawara dan ahli silat yang mau bekerja sama dengan belanda untuk menjadi opas dan centeng guna menjaga kepentingan para meneer dan tuan tanah kala itu, sehingga tidak jarang terjadi pertikaian dan pertempuran antara para jawara silat ini dengan para pendekar pembela rakyat jelata. Kisah pitung menjadi satu legenda yang terkenal di masyarakat Betawi karena keberaniannya melawan para jawara dan kompeni guna membantu rakyat yang lemah.
Karena pengawasan sosial ini pulalah, maka mulailah di kembangkan silat seni dan ibingan, guna menutupi kesan silat sebagai beladiri, Atraksi ibingan silat ini sangat terkenal dan di tunggu tunggu oleh masyarakat. Orang bisa melihat atraksi silat di upacara perkawinan atau khitanan bahkan pasar malam tanpa di ganggu oleh pihak keamanan pada saat itu karena di anggap sebagai hiburan.
Disinilah mulai di kenal istilah silat kembagan (atau kembang) yang biasanya di tujukan pada silat ibingan dan silat buah yang di tujukan pada silat sebagai beladiri.

Kesadaran Nasionalisme
Dimulai dengan adanya kesadaran politik baru pada awal abad XX dan kebijaksanaan belanda yaitu Etische politiek, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat berbagai program khususnya pendidikan, Peningkatan peranan desa dan di bentuknya polisi desa. Memilik pengaruh pada pola pengajaran silat pada masa itu, silat sudah mulai di ajarkan di sekolah sekolah dasar (desascholen), bahkan kalangan yang dekat dengan belanda seperti priyayi, amtenaren, KNIL bahkan marechausse pasukan khusus Belanda kala itu.
Berjalan dengan timbulnya rasa nasionalisme, maka timbul pula pertetangan di kalangan para pengajar pencak silat (perguruan) pada saat itu tentang siapakah yang berhak mempelajari silat ini. Bolehkah silat di ajarkan pada kaum bangsawan, amtenaren atau hanya untuk bumi putra? Kesadaran akan nasionalisme ini semakin menguat ketika pada tahun 1915 di buka kesempatan untuk mendirikan organisasi politik bagi kalangan bumi putra, pengajaran silat menjadi salah satu materi yang diajarkan di setiap organisasi ini. Seperti pada perkembangan awal Syarikat Islam di daerah Jawa yang diikuti oleh berdirinya persaudaraan Setya Hati oleh Ki Ngabehi Surodiwiryo yang menyebabkan Belanda sangat mengawasi perkembangan perguruan ini karena memiliki pengikut dan murid yang banyak sekali. Ki Ngabehi Surodiwiryo ini melatih para murid MULO yang pada akhirnya banyak yang menjadi tokoh nasionalis.
Termasuk juga mantan Presiden Sukarno yang Tercatat pernah belajar silat kepada Ua Nampon di Bandung, ini menunjukkan betapa silat sangat berperan dalam meningkatkan rasa kepercayaan diri dan keberanian dalam membela kebenaran.


Masa Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan jepang mulanya menghawatirkan silat di gunakan untuk melawan jepang, namun ternyata tidak di semua tempat terjadi perlawanan terhadap Jepang (sang saudara tua). Akibatnya silat berkembang cukup baik di beberapa daerah bahkan pemerintah jepang yang pada saat itu selain membawa budaya beladirinya ke tanah air seperti karate, judo dan jujitsu. Mereka belajar silat dari para pendekar kita sehingga terjadi pertukaran budaya. Tentara PETA (pemuda pembela tanah air) di ajarkan beladiri Jepang guna berperang melawan Sekutu. Silat mengalami masa militerisasi karena menjadi bagian dari pendidikan militer. Pengajaran silat dilakukan kepada tentara Dai Nippon dan pasukan peta dengan disiplin militer yang sangat ketat.


Masa Perjuangan Kemerdekaan
Silat menjadi bagian yang tidak bisa di pisahkan dalam perang fisik melawan Sekutu dan Jepang, Sebagai salah satu contoh adalah hasil pendidikan PETA yang dienyam oleh I Gusti Ngurah Rai selama pendidikan di Jawa Barat yang kemudian di ajarkan secara sembunyi - sembunyi kepada pasukannya, pendidikan silat ini sangat berpengaruh dalam perjuangan bahkan pada bentuk silat khas Bali. Silat Bali sekarang banyak di pengaruhi oleh aliran silat dari Jawa Barat.
Pasukan Hisbullah yang di bentuk di pesantren Buntet Cirebon selain mendapatkan pelatihan yang berat selama Pendidikan PETA, para tokoh ulama dan jawara pergabung dalam pasukan ini guna melawan penjajahan Belanda. Pasukan Hisbullah yang di kenal dengan pasukan Hizbullah Resimen XII Divisi I Syarif Hidayat ikut juga bertempur pada tanggal 10 November di Surabaya, dan berperan serta aktif ketika terjadi gencatan senjata dalam perjanjian Renville.

Penutup
Demikian sekilas tentang perkembangan silat dan kaitannya dalam perjuangan bangsa, masih banyak lagi peranan silat dalam membangkitkan semangat juang para pejuang dan pendekar dalam membela kemerdekaan bangsa ini semasa revolusi fisik dulu. Mudah mudahan tulisan ini membangkitkan rasa nasionalisme dan kecintaan pada budaya tanah air khususnya silat yang merupakan warisan luhur dari budaya bangsa kita.


tulisan ini sudah di muat juga di
- http://www.nagapasa.multiply.com/
- http://www.wikimu.com/

KESAN NEGATIF PENCAK SILAT??

Merdeka!! Dirgahayu Republik Indonesia !!

Saya kerap mendapatkan pertanyaan menyangkut Pencak Silat, yang menurut saya seolah telah menjadi anggapan umum dan menjelma menjadi image yang melekat pada Pencak Silat. Tulisan berikut ini mencoba menjelaskan dan berusaha menjawab pertanyaan - pertanyaan tersebut.

1. Pencak Silat = mistik, gaib dan tidak ilmiah?

Pertanyaan pertama yang sering dilontarkan adalah : mengapa pencak silat kental sekali nuansa mistiknya? Apakah pencak silat, atau belajar silat harus mengikuti program mistikisasi juga?

Jawaban saya adalah tegas : TIDAK! Silat adalah silat; mistik/ilmu gaib adalah soal lain lagi. Kalau kita berbicara tentang silat, maka yang kita bicarakan adalah teknik-teknik jurus, langkah, menyerang dan bertahan. Semua itu sangat, sangat jelas dan kasat mata. Silat adalah permainan fisik, satu-satu nya unsur kebatinan di dalam silat adalah melatih hati nurani untuk selalu rendah hati, tidak sombong, dan mendekatkan diri pada sang pencipta serta tentu saja mempererat silaturahmi. Unsur-unsur yang terkandung dalam pencak silat adalah gerakan fisik (di sini kita berbicara tentang jurus/olah gerak). Mulai pertama kali kita belajar silat, yang kita latih adalah gerak badan secara menyeluruh. Melatih langkah dan jurus agar lincah dan refleks, melatih kuda-kuda agar kokoh, melatih aplikasi untuk bertahan dan menyerang. Bahkan melatih pernafasan untuk membangkitkan tenaga (dasar) dan/atau menguatkan otot-otot tubuh adalah aktivitas fisik semata.

Lalu kenapa cap mistik melekat di silat?

Apakah karena adanya pesilat yang kebal? Debus?

Pukulan yang bisa menghanguskan musuh, dll?

Semua hal tersebut jelas-jelas bukan pencak silat. Kemampuan itu dilatih tersendiri bagi yang berminta menguasainya. Bukankah hal-hal yang beraroma mistik/metafisika juga terdapat di negara lain..?

Sekali lagi, pencak silat sama sekali bukan mistik. Kemampuan seorang pesilat yang bisa mengalahkan musuh (dalam pertarungan bebas) dengat sangat cepat dan mudah, sehingga seolah-olah seperti hipnotis/ilmu gaib, disebabkan pesilat tersebut telah mencapai taraf yang sangat tinggi dalam ilmu nya bukan karena mistik nya. Semua itu bisa dicapai asalkan kita berlatih dengan ikhlas dan tekun.


2. Pencak Silat identik dengan kekerasan?

Saya sama sekali tidak mengerti dengan pertanyaan ini, dan dari mana asal muasal nya. Terakhir kali pertanyaan ini diajukan pada waktu saya diwawancarai oleh salah satu penyiar radio swasta di Jakarta.

Jawaban saya singkat dan sederhana saja : adakah satu jenis bela diri di dunia ini yang tidak menggunakan kekerasan? Walaupun gerakan jurus Tai Chi begitu lemah gemulai, siapa yang menyangkal efek dari pukulannya yang bisa mematikan. Begitu juga dengan Aikido yang menitikberatkan pada unsur pengalihan tenaga lawan dan menjatuhkan lawan, tetap saja kental nuansa kekerasannya dan bisa mematikan. Hal yang sama berlaku untuk semua jenis bela diri, tak terkecuali pencak silat. Jadi sepanjang masih disebut ilmu bela diri, unsur kekerasan nya adalah pasti ada.

3. Pencak Silat kampungan?

Siapapun orang nya yang menekuni pencak silat tradisional pasti mahfum bahwa pencak silat bukan lahir di perkotaan modern dan baru-baru saja di abad millenium ini. Pencak silat telah berusia berabad-abad dan lahir dari olah cipta, karsa dan rasa yang sangat kental dengan nilai-nilai luhur budaya tradisional nenek moyang kita. Nilai-nilai, kaedah, dan filosofi silat tidak bisa begitu saja di modern kan mengikuti perkembangan jaman. Kesan kampungan ini tidak bisa dielakan bila sudut pandang kita terpaku pada kisah masa lalu, dongeng-dongeng dan tayangan film atau sinetron. Bahwa orang yang berlatih pencak silat terkesan kumuh, seragam hitam-hitam yang menyeramkan dan kadang bertelanjang dada sudah tidak relevan lagi untuk saat ini. Perguruan-perguruan silat yang lahir sejak jaman kemerdekaan hingga saat ini telah memakai seragam yang beraneka warna, desain yang menarik dan berlatih di tempat terbuka pada pagi dan siang/sore hari.

Kalau masih terkesan kampungan juga, itu hanya cap yang dipaksakan untuk merendahkan nilai pencak silat. Sebagai bagian dari seni dan budaya tradisional, Pencak silat hidup subur di kampung-kampung, atau desa-desa. Masyarakat berlatih silat, mendalami nilai-nilai luhur pencak silat, kaedah dan filosofi silat apakah itu kampungan??

Komunitas Sahabat Silat yang bernaung dalam Forum Pecinta dan Pelestari Silat Tradisional Indonesia adalah para penggila silat yang mempunyai misi mengembangkan dan melestarikan silat tradisional Indonesia. Menjaga nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam nya. Mereka terdiri dari berbagai macam profesi, ada seniman, profesional, usahawan, wartawan, Pegawai Negeri, dan lain-lain. Mereka berpakaian rapi bahkan kadang berlatih silat dengan kostum warna-warni, hem dan pantalon, celana training dan kaos/T-shirt. Jauh sekali dari kesan norak dan kampungan.


Sekian,

Wassalam


Tulisan ini diambil dari Blog seorang Sahabat Silat: princeofbatavia.multiply.com
trimakasih sebesar2nya buat Gan Ochid....

Saturday, August 16, 2008

Belajar Beladiri Secara Otodidak

Tribute to : Semua Sahabat di Komunitas Kaskus Martial Arts Forum, Grand Master Guro Ciriaco "Cacoy" Canate (Cacoy Doce Pares - World Federation Arnis Eskrima), Master Guro Glen Gardiner (CMAA INDONESIA: CDP-WF Dan 6 Black Belt), Pak Irwan Hermawan (Jakarta Kenjutsu Club)

Cerita jujur dalam pengalaman awal memberi materi dalam Study Club FMA (Filipino Martial Arts) secara otodidak....

Saya pernah juga icip2 beberapa aliran beladiri spt gulat, tinju, kyokusin dll, tapi semua itu ga bisa disebut saya punya basic disana. Mungkin kalau boleh dibilang yang belajarnya agak lama adalah Pencak Silat, Kuntao dan sedikit Knife Fighting.

Kemudian tertariklah saya dg yang namanya FMA (Filipino Martial Arts), di awal2 di Komunitas Kaskus Martial Arts Forum , nama beladiri Filipina itu ajah masih bingung, yang saya tau hanya Kali, itupun karena saya suka knife fighting terus ketemu Sayoc Kali dan Pekiti Tirsia Kali, masih inget betul karena ketidaktahuan waktu saya nulis kata "escrima" ada yang protes, katanya yang benar adalah "eskrima" beda "c" dan "k" (ternyata keduanya dipake, bisa dipake kata escrima ataupun eskrima, hanya sajah yang lebih banyak dipake adalah eskrima, pake "k").

Setelah beberapa waktu belajar sendiri saya memutuskan bahwa belajar sendiri tidak akan membawa manfaat, beladiri adalah praktikal bukan hanya teory sajah.

Mulailah bergerak mencari para sahabat yang sehobi, FMA(Filipino Martial Arts) tidak dikenal oleh masyarakat kota kecil, jadi harus merayu2 dulu, memberikan beberapa peragaan yang masih gratul2, dan beberapa orang tertarik, kemudian berjalanlah Study Group tersebut.

Banyak temen yang skeptis terhadap keilmuan baru tsb, klo skeptis ya harus pembuktian, Awal dari belajar dari ketidak percayaan teman terhadap satu teknik yang memang saya blom menguasai dg benar menimbulkan satu kekonyolan demi kekonyolan yang memalukan, bagaimana tidak, pernah kejadian:
1. satu kuncian stick fighting bisa berubah jadi bergumul di lantai (jadi gulat).
2. karena tidak benar dalam eksekusi justru stick lawan bikin benjol kepala sendiri.
3. mau mengunci dg teknik torsion (putaran sendi) malah jadi kesleo, karena salah prinsip
4. ngotot bahwa kuncian itu lebih bermanfaat dari striking, padahal striking itu hal pertama dalam urutan jarak.
5. masih inget betul, jempol kanan saya kepukul dg keras oleh mas Tenji (nick seorang sahabat Kaskuser) yang ternyata kidal.
6. memfonis satu teknik ga berguna, ehh ternyata prinsip yang dipake salah dalam detailnya.
dll

Keledai yang digambarkan dungu oleh sebagian orang, tidak pernah masuk terperosok dalam lubang yang sama, demikianlah perjalanan demi perjalanan membuat proses belajar dari ketidakmampuan menuju tau (kalau dibilang menguasai nanti jadi kegedean empyak).
feed back, itu yang selalu saya lakukan, bila saya gagal dalam satu teknik, saya akan mencari dan mencari lagi.

Ya itu sulitnya belajar tanpa guru resmi, teman2 yang disini adalah guru saya, Juga teman2 pelatihan dalam Study Club itulah guru2 saya, untung mereka ga langsung cabut, tetapi tetap semangat dalam mengupas satu teknik ke teknik lainnya untuk mencari yang bisa terbukti dan bisa dipake...



Bersama Ki Sawung (Sesepuh Kaskus Forum) dan Master Guro Glen Gardiner


Kaskus Forum Martial Arts pun punya andil besar dalam perjalanan FMA saya, pertemuan dan semangat yang diberikan, dan melalui Pak Irwan Hermawan (nick di Kaskus: Tenshin Shoden), ketemulah saya dg orang yang selama ini saya cari, yaitu Guru FMA beneran, Pak Glen Gardiner, banyak hal2 baru yang saya dapatkan, banyak prinsip2 yang pada awalnya salah dibetulkan, yah boleh dibilang disitulah saya menemukan "roh" dari FMA, dan dari situlah saya mendapat kesempatan untuk bertatap muka langsung dg beberapa tokoh papan atas FMA dunia, bahkan bisa bertatap muka langsung Grand Master Cacoy Canate sendiri....



Bersama Pak Irwan Hermawan dan Grand Master Guro Ciriaco "Cacoy" Canete

Sampai saat inipun saya masih dalam proses pencarian, semoga apa yang saya share ini bisa dipetik manfaatnya oleh teman2 yang memiliki kondisi kesulitan dalam mencari guru Style MA ideal yang menjadi impiannyah....

Salam,
Tonny Harto
CDP-WF Stick Fighting World Championship 2007:
2 Gold Medals Men's Middleweight (SR-I)

Kilas Balik: Peran Pencak Silat Dalam Kemerdekaan RI!!

Merdeka!! Dirgahayu Republik Indonesia !!

Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri. Sheikh Shamsuddin (2005), berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat.

Bahkan sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis pencak silat itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu.

Dalam historisasi pencak silat dapat disimpulkan bahwa terdapat dua kategori akar aliran pencak silat, yaitu: Aliran bangsawan dan Aliran rakyat

Aliran bangsawan, adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan (kerajaan). Ada kalanya pencak silat ini merupakan alat pertahanan dari suatu negara (kerajaan). Sifat dari pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan umumnya tertutup dan mempertahankan kemurniannya.

Aliran rakyat, adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum selain bangsawan. Aliran ini dibawa oleh para pedagang, ulama, dan kelas masyarakat lainnya. Sifat dari aliran ini umumnya terbuka dan beradaptasi. Bagi setiap suku di Melayu, pencak silat adalah bagian dari sistem pertahanan yang dimiliki oleh setiap suku/kaum. Pada jaman Melayu purba, pencak silat dijadikan sebagai alat pertahanan bagi kaum/suku tertentu untuk menghadapi bahaya dari serangan binatang buas maupun dari serangan suku lainnya.

Lalu seiring dengan perjalanan masa pencak silat menjadi bagian dari adat istiadat yang wajib dipelajari oleh setiap anak laki-laki dari suatu suku/kaum. Hal ini mendorong setiap suku dan kaum untuk memiliki dan mengembangkan silat daerah masing-masing. Sehingga setiap daerah di Melayu umumnya memiliki tokoh persilatan yang dibanggakan. Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat yang terhebat.[3] Hal seperti itu juga yang terjadi di Jawa, yang membanggakan Gajah Mada. Adapun sesungguhnya kedua tokoh ini benar-benar ada dan bukan legenda semata, dan keduanya hidup pada masa yang sama.

Perkembangan dan penyebaran Silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di Nusantara. Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak silat yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritual.

Disadari atau tidak peperangan tentunya melibatkan satu ilmu beladiri, kalau balik lagi melihat sejarah, betapa para para pahlawan perjuangan RI adalah orang2 yang piawai dalam ilmu beladiri. Sebut sajah dari berbagai daerah di Indonesia, Malaka, Kesultanan Ternate dan Tidore Teuku Cik di Tiro, Imam Bonjol, KH. Zainal Mustafa, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, dan nama-nama lainnya, yang mana menunjukkan bahwa kalangan ulama sekaligus pahlawan nasional ini adalah adalah perintis pengembang pencak silat di Nusantara. Kalau kita kilas balik lagi dan melihat dari aliran Banjaran yang sekarang berkembang sebagai perguruan Tapak Suci Putera Muhammadiyah, perguruan pencak silat yang menjadi salah satu perguruan historis IPSI. aliran banjaran juga telah melahirkan pendekar besar bangsa Indonesia yang sangat patriotik, seorang Bapak TNI "Jenderal Besar Soedirman". Beliu adalah murid langsung dari KH Busyro Syuhada, guru besar aliran Banjaran.

Semenjak pencak silat khususnya di Jawa pada tahun 40 an digemari oleh kalangan pemuda pelajar untuk mempersiapkan kemerdekaan RI, apa lagi sesudah pencak silat di tahun 1942 masa Jepang distandarisasi digunakan sebagai sebagai program ilmu beladiri yang dia jarkan kepada PETA(Pembela Tanah Air), Pasukan Pelopor dsb. Jepang memberikan masukan dalam methoda pengajaran pencak silat sebelum dimulai, terlebih dahulu melakukan "taizo" pemanasan agar tidak terjadi cedera otot. Sejak itu lah perguruan pencak silat yang dimotori oleh kalangan pelajar ex PETA, Pasukan Pelopor dan Haiho.

Sistem pengajarannya sebelum berlatih mengenakan serimonial seperti beladiri Jepang (upacara, menghormat, berdoa dan mulai pemanasan, berlatih dan ditutup dengan cerimonial lagi) karena itu berbeda pencak silat sistem pengajarannya antara pencak silat dari dari Jawa Tengah, Jawa Timur dengan Jawa Barat dan Sumatera barat)

Dalam Peringatan Kemerdekaan RI yang ke-63 ini, kembali mengukuhkan semangat Kebangsaan menuju Kebangkitan Nasional Kedua, Pencak Silat telah memberikan banyak sumbangsih pada negara dan bangsa ini, dan para cerdik cendekiawan yang bijak mengatakan: Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya luhurnya sendiri. (HC)

Daftar Pustaka:
KPS Nusantara: Perkembangan Pencak Silat (Kumpulan)
Sahabat Silat: Tapak Suci Putera Muhammadiyah
Wikipedia Indonesia: Pencak Silat

Sunday, August 3, 2008

Olahraga Beladiri Dan Seni Beladiri Seharusnya Saling Menunjang Part #3

Ditinjau dari budaya barat, bela diri lebih populer memakai kata "martial arts", kata "martial" diambil dari nama Mars, dewa perang Romawi kuno. "martial arts" secara harafiah bisa bisa diatrikan sebagai seni perang, kata ini sudah populer di Eropa pada abad 15 (tetapi ini menurut literatur lho, hanya mengutip, jadi ga tau kalau ada referensi yang lebih valid)

Selain itu dalam tinjauan budaya barat ada pula kata "self defence", dalam bahasa Indonesia populer sengan istilah "seni bela diri" yang berarti cara mempertahankan diri sebagai satu eksistensi yang mempunyai hak bebas berkehendak sebagai mahluk hidup dari serangan secara fisik oleh orang lain baik perorangan atau kelompok. Self defence atau seni bela diri lebih menunjukkan sisi pasif dari martial arts, dimana setelah ada aksi baru ada reaksi, ketika tidak ada aksi sama sekali otomatis akan ada dalam suatu keadaan diam atau pasif. dan itu sudah diterangkan dengan gamlang diatas oleh para sahabat silat.

Konteks beladiri saat ini adalah Martial Way, nah ini kan sudah beda, bukan war/perang lagi yang diutamakan tetapi menjadi "jalan, path, atau way", dg kata lain beladiri sudah disantunkan. Ini sangat terlihat jelas sekali pemisahannyah dalam Beladiri jepang, pada Restorasi Meiji (1868) dimana ada "gendai budo" dan "koryu bujutsu", dg pemisahan pengakhiran "do" dan "jutsu", dimana setiap "do" adalah dipelajari orang sipil, dan "jutsu" tetep dipelajari militer, Dan kalau kebetulan kita semua yang bincang2 ini adalah bukan orang2 yang punyah: Lisence to Kill, semua pembicaraan ini tentunyah masuk dalam koridor "do"/"way" sajah.

Dalam perkembangannya tentunya dibuat pula tiruan dari pertarungan/perkelahian sebenarnya dalam bentuk "pertandingan", Nah dari situ sebenarnya apa yang terjadi? Dalam kenyataannya ada yang membuat penyantunan atau penghalusan Seni Beladiri itu dengan memberikan muatan Spiritual dan Flilosofi, berarti ada self kontrol dengan kesadaran diri tapi tetap bermuatan "Seni Beladiri Seutuhnya "tau teknik berbahaya tapi karena hanya pertandingan maka tidak dipakai, tapi karena system yang terus berkembang mungkin disadari atau tidak telah terjadi penyunatan terhadap muatan nilai dari Beladiri itu sendiri. Satu Seni Beladiri yang tadinya "lethal" dan mematikan, semua teknik yang berbahaya disunat dan tidak diajarkan, dan itu berkembang dari generasi ke generasi dimana pada akhirnya akan menimbulkan satu kelompok generasi yang "tidak tahu".

Karena tidak ada pemisahan dan kebetulan yang lebih gencar di ekspose adalah yang "Pertandingan Beladiri" dg liputan berbagai media, pada akhirnya tidak jarang Seni Beladiri sendiri jadi dipertanyakan dan ada begitu banyak perbandingan2 yang dibuat.

Bagaimana dengan kita sendiri? dimanakah kita akan memposisikan diri? "mumpuni" hanya dipertandingan? (sambil nunjuk diri sendiri yang masih cindil dalam "level" pertandingan) atau mumpuni secara Seni Beladiri seutuhnyah? Dan itu semua bisa dijadikan perenungan buat kita arah mana yang akan dituju pada masing2 pribadi dalam Seni Beladiri...

Semoga bisa dipahami maksud dan tujuan penulis, penulis hanyalah seorang pecinta beladiri yang amatiran yang jauh dari sempura, kalau tidak berkenan dimohon maaf yang sebesar2nyah, trimakasih... (HC)

Olahraga Beladiri Dan Seni Beladiri Seharusnya Saling Menunjang Part #2

Manusia yang mau maju tentunya tidak akan cepat berpuas diri, tapi punya visi kedepan, tahapan yang harus dilalui dan cita2 luhur, apalagi kalau melihat sejarah tokoh2 panutan, untuk itulah semangat mengejar sesuatu yang tinggi itu perlu, bila tidak ada hitam tentu orang tidak akan kenal putih, bila tidak ada siang tentunya orang tidak akan kenal malam, itu adalah pembandingan yang ekstrem, tapi tidak seperti demikian yang akan kita bahas disini, kalau demikian apa bedanya dengan orang yang hanya tau hitam dan putih saja, disini kita membicarakan tahapan dalam MA yang harus dilalui seperti kata bijak: "Kalau mo jadi ahli ya seenggaknya lewatin level gak tahu, tahu, paham, ngerti, bisa, terampil, mahir, ahli, sampai cinta setengah mati..."

Ilmu berkelahi adalah satu hal yang masih "rare", sadis yaitu cara pembelaan diri manusia secara fisik sajah tanpa aturan, segala sesuatu halal, apalagi yang kotor, curang dan licik, semakin brutal semakin bagus, kalau dibuat dalam bentuk jamak dan melibatkan orang banyak jadi "Seni Perang", apapun dilakukan dg teknologi persenjataan dll. Karena dilakuan oleh masyarakat yang bervariasi dan berbeda2 dengan kebudayaan dan seni masing2 maka boleh dibilang Aspek Seni dan Budaya, Satu tingkat lebih tinggi lagi adalah memasukkan unsur Spiritual dan Filosofi, nah ini juga membatasi keadaan manusia, bukan karena terpaksa karena aturan orang kedua dg perjanian dll atau yang sudah dibuat oleh pihak ketiga, tapi karena kesadaran akan sesuatu Yang Lebih Tinggi, disini yang membatasi adalah secara kesadaran akan diri sendiri.

Perkembangannya adalah “Olahraga Beladiri”, pengen sehat-pun bisa berlatih berladiri, didalamnya ada satu tiruan pertarungan sebenarnya yang disebut “pertandingan”, ini satu bentukan yang diatur oleh perjanjian yang melibatkan pihak kedua dan pihak ketiga, keselamatan menjadi sangat penting, walaupun toh ada ajah yang masih namanya kecelakaan sampe meninggal dunia, sportifitas, ini yang disebut sebagai Seni Beladiri.

Pendekatan yang berbeda:
Pemikiran lain dari “Olahraga Beladiri” adalah karena adanya aturan yang sudah dibuat, oleh sebab itu ga ada salahnyah bila yang diatur tadi justru yang dimatangkan dan mendapat perhatian yang lebih, sehingga sebenarnyah Olahraga Beladiri bisa sajah menjadi satu bentuk yang lepas jika begitu banyak hal dari Seni Beladiri secara utuh yang dianggap berbahaya di buang dan dianggap tidak perlu diajarkan. Ini memang satu hal yang wajar dan tidak bisa disalahkan, karena keberadaannya sesuai dg perkembangan jaman.

Apa yang menjadi keharusan inti Seni Beladiri itu sendiri, tentunya yang menjadi landasan adalah sesuatu yang sudah dipikirkan oleh para pendahulu kita, kalau disimak dalam Pencak Silat ada 4 Aspek "Olahraga-Kesehatan, Beladiri, Seni Budaya, dan Spiritual dan Filosofi." Harapannya adalah semuanya bisa berjalan saling menunjang. (HC)

Olahraga Beladiri Dan Seni Beladiri Seharusnya Saling Menunjang Part #1

Seni beladiri adalah satu bentuk yang diciptakan atau tercipta untuk memaksimalkan potensi yang ada pada manusia, untuk mempertahankan diri, untuk melindungi diri terhadap serangan secara fisikal pada eksistensi manusia itu sendiri, dengan kata lain seni beladiri adalah sesuatu yang pasif, bukan sesuatu yang aktif.

Dalam kenyataannya sifat manusia yang punya ego mungkin bisa menempatkan Seni Beladiri menjadi bergeser. Perebutan kekuasaan, keserakahan, ketamakan dan segala sifat buruk manusia pada akhirnya bisa menjadi kalimat aktif, tentunya dipakai kata yang lain untuk mewakilinyah dan itu berubah menjadi "Ilmu Berkelahi", Tanpa aturan, taktik dan strategi dll dimana menempatkan "Ilmu Berkelahi" menjadi sesuatu yang "lethal", sangat mematikan dan membunuh.

Hukum, kebudayaan, kemasyarakatan yang semakin santun menempatkan "Ilmu Berkelahi" kembali menjadi "Seni Beladiri", Hal yang brutal, bersifat menghancurkan "diubah" menjadi sesuatu yang beradab. perkembangan jaman pun menuntut satu bentuk lain dari "Seni Beladiri" menjadi "Olahraga Beladiri", kalau pada awal2nya dua orang yang bertemu dan menciptakan satu kesepakatan untuk "pembuktian" ya otomatis teken "kontrak mati", tapi itu semua jadi berubah, menjadi "pertandingan"

Beladiri sebagai Pertandingan itu adalah sarana latihan, praktek beberapa jurus, kecerdikan, kekuatan, kecepatan dan banyak lagi. Pertandingan beladiri ini adalah permainan, the game... seperti playstation, skateboard, sepakbola, dll.

Hal paling penting yang didapat adalah kesempatan untuk mendapatkan pengalaman, kita tau bagaimana caranya memukul, mengunci, menbanting dll. sebaliknya kita juga jadi tahu rasanya dipukul ditendang dan dibanting sekeras-kerasnya. dalam hal ini adalah sesuai dg prinsip beladiri sendiri semakin banyak beladiri diasah dipraktekkan hasilnya adalah menjadi semakin baik.

Dg adanya even2 pertandingan yang merupakan permainan resmi di antara para praktisi beladiri disana juga merupakan ajang yang tepat untuk mencari kawan2 baru, berkenalan, bersilaturahmi.... baik diantara kawan seperguruan maupun dengan kawan dari perguruan lain.

Disamping hal utama tersebut disini kita bisa memberi dan bisa untuk mengharumkan kelompok komunitas, kedaerahan, bahkan mengharumkan nama bangsa dan negara. bahkan.... ini yang keren, anda bisa membuat uang disana! Ada juga bonus yang dijanjikan dalam Prestasi Olahraga oleh negara.

Kenyataan yang ada dalam masyarakat, ada yang mengagungkan Olahraga Beladiri, tetapi ga jarang juga yang memojokkan Olahraga Beladiri menjadi sesuatu yang tidak ada apa2nya dan tumpul, dikatagorikan sebagai "level rendah". Semua marilah kita kembalikan pada cara pandang masing2 individu.

Ada kalimat bijak, "Orang yang menang perkelahian tanpa melukai lawan adalah ahli", ini mengajak kita semua utuk mengembalikan posisi "Seni Beladiri" secara utuh dimana hal yang terikat pada aturan, harusnya menjadi sesuatu yang "mempunyai tingkatan lebih" dari sesuatu yang tanpa aturan.

Begitu banyak maksud dan tujuan orang berlatih beladiri, Sebagian beladiri mengkhususkan pada pertarungan secara militer, untuk pertarungan jalanan. Sebagian lagi lebih bertujuan pada olahraga yang dipertandingkan, baik itu dalam performa bentuk2 peragaan jurus atau dalam beladiri jepang lebih dikenal dg sebutan "kata", atau dalam bentuk pertarungan persahabatan baik yang full contact dan non contact, itupun masih terbagi dalam bentuk ground fighting dan secara stand-up. Sebagian lagi lebih menekankan pada bidang tenaga dalam atau chi. Dimana ada sebagian lagi yang lebih menekankan pada seni tradisional yang sarat akan kemurnian teknik2 asli yang sarat akan etika dan disiplin. Sebagian lagi mempelajari cara-cara dan teknik memakai senjata dan lain-lain.

Beladiri Sebagai Olahraga yang Dipertandingkan? Itu adalah salah satu salah satu aspek dalam Seni Beladiri. (HC)

Friday, August 1, 2008

Anda Pecinta Seni Beladiri? Takdir Sudah Menentukan Demikian!!

Kolonel Dave Grossman, seorang pendidik ilmu militer dalam bukunya "On Combat" (PPCT Publishing, 2007) menyitir sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa ternyata manusia juga memiliki spesialisasi genetik seperti yang dimiliki serangga. Kalau kita melihat bahwa di dunia serangga terdapat penggolongan alami masyarakat menjadi golongan ratu, pejantan, pekerja dan prajurit... hal yang saya berlaku juga di manusia.

Penelitian itu menyebutkan bahwa sekitar 2% dari manusia dilahirkan dengan catatan genetik untuk menjadi golongan prajurit, yaitu orang-orang yang secara alami akan tertarik pada kegiatan yang berbau kekerasan, perang dan segala pernak-perniknya, meskipun tidak seperti serangga yang perbedaan fisik antara pekerja dan prajurit terlihat jelas. Sedikitpun ini bukan kesalahan, ini sama saja seperti orang-orang yang secara alami tertarik pada tari, bahasa, rekayasa (engineering), bisnis dan banyak lagi.

Penelitian ini menyebutkan bahwa orang yang pada dasarnya bukan prajurit, perlu pelatihan mental khusus untuk bisa berperang dengan baik. Di banyak kasus yang diteliti di berbagai perang sejak abad 19, ditemukan bahwa banyak prajurit yang gugur tanpa sempat menembakkan senjatanya, semata-mata karena mereka tidak sanggup membidik dan membunuh sesama manusia. Ini tidak berlaku untuk orang yang terlahir sebagai prajurit... mereka pembunuh efektif yang alami dan bahkan menikmati kegiatan tersebut. Buat mereka, senapan dan pisau adalah benda seni yang indah yang kerap dielus dan disayang, ilmu berkelahi adalah seni yang memiliki nilai yang dalam yang perlu ditekuni sampai ke cakrawala yang tak terbatas. Itulah panggilan jiwa.

Jadi kalau di masa kecil dulu kita beramai-ramai masuk silat, dan ketika teman-teman kita beramai-ramai pula pindah ke bidang lain sementara kita beberapa gelintir masih menikmati berlatih silat... maka itu memang cetak biru di dalam sel-sel yang kita bawa. Tuhan atau alam (tergantung kepercayaan kita) memang sudah menentukan demikian.

"Follow every rainbow till you find your way"

Tinggal pertanyaannya buat kita-kita yang tidak berkarir di dunia prajurit, bagaimana supaya naluri dasar itu menjadi pendukung di kehidupan yang kita jalani... bukan malah jadi penghalang. (Antara - Sahabat Silat)