Petarung Pisau/Pedang : Brutal, Kelas Rendahan??

Thursday, February 21, 2008

Petarung Pisau/Pedang : Brutal, Kelas Rendahan??

Edged weaponry adalah sesuatu yng kurang populer di indonesia, mungkin kurangnyah sosialisasi, atau juga mungkin karena akibat UU Darurat No.12 th 1955, ttg pelarangan senjata tajam.
tidak dapat dipungkiri senjata adalah atribut penjahat, like penodong, garong, preman dll, but tidak dapat dipungkiri juga senjata adalah instrument of war...
banyak pendapat, banyak yang mengelutinyah, namun ada yang memandang sinis, bahwa belajar senjata itu tidak lebih adalah untuk menjawab kekurangan n ketidak mampuan diri dalam berkiprah pada Martial Arts tangan kosong...

Atau mungkin ada yang berpendapat bahwa Edged Weapons Martial Artists adalah pemimpi yang terlalu idealis akan kejayaan para Knight, Samurai, atau Ninja?? Namun belajar beladiri bersenjata atau tidak itu merupakan hak masing2 person dg segudang alasan yng ada...

Bagaimanapun juga dg senjata akan lebih ada kemudahan, apalagi senjata tajam atau senjata2 yang panjang....

Beladiri tangan kosong adalah beladiri untuk kalangan sipil, yang lahir karena pelarangan penguasa. Jaman kuno (Jepang, China, Majapahit, Eropa dll) ada satu bentuk pelarangan terhadap senjata tertentu, karena senjata bagaimanapun juga bila diijinkan bagi orang2 sipil nantinya akan membuat chaos, pemberontakan dll.

Senjata adalah 'Arness de Mano" yang artinyah adalah perkerasan dan perpanjangan jangkauan terhadap tangan, bagi orang beginer, dipersenjatai berarti dia menjadi diatas beginer, dan ini sudah di terapkan dalam FMA ketika menghadapi invasi Spanyol, dimana para petani dipersenjatai dan bisa mengimbangi tentara spanyol saat itu, walaupun pada akhirnyah tetep sajah spanyol masuk Filipino dalam beberapa abad...

Seperti saat ini juga ada bentuk pelarangan senjata tajam dan senjata api di Indonesia, nah konteks now day bagi Beladiri adalah Beladiri Sipil, dan itu sudah menjadi terdoktrin bagi masyarakat, sehingga ada satu anggapan bahwa membawa senjata itu orang ketakutan, baru belajar beladiri, ga percaya diri dll, dan mungkin pendapat ini adalah pendapat sebagian besar masyarakat awam dan masyarakat MA tentunyah...

Konteks beladiri pertama kali adalah Martial Arts, yang berarti Science of War, dalam konteks War senjata adalah hal yang mutlak, dimana terdapat teknologi yang mengembangkan senjata itu sendiri, sehingga akhirnyah War sendiri lepas dari Martial Arts, now day konteks War adalah perang teknologi....

Konteks beladiri saat ini adalah Martial Way, nah ini kan sudah beda, bukan war/perang lagi yang diutamakan tetapi menjadi "jalan, path, atau way", dg kata lain beladiri sudah disantunkan...
dan ini sangat terlihat jelas sekali pemisahannyah dalam Beladiri jepang, dimana ada "gendai" dan "koryu" dg pemisahan pengakhiran "do" dan "jutsu", dimana setiap "do" adalah dipelajari orang sipil, dan "jutsu" tetep dipelajari militer, Dan kebetulan kita semua yang bincang2 ini adalah bukan orang2 yang punyah: Lisence to Kill, semua pembicaraan ini tentunyah masuk dalam koridor "do"/"way" sajah...

Salah satu contoh dari filem, Hunted: dimana seorang instruktur knife fighting yang selamanya ga pernah membunuh, apa yang dia punya hanyalah teory (way) dihadapkan dg muridnyah yang notabene adalah militer, dan menjadi psykopat akibat tekanan batin dalam peperangan (real action)...
pada akhirnyah dalam keadaan terdesak itu "way"/"path" bisa digunakan dalam keadaan real dg segala pergolakan dalam batinnya...

Sulit untuk berbicara ttg edged weapons sebagai bentuk aplikasi sesungguhnyah, karena kita semua adalah orang2 yang bukan militer, walaupun apa yang kita pelajari saat ini namanyah "jutsu"/"killing arts" tetep ajah itu hanyah sebagai simbol!! apa yang kita pelajari saat ini adalah tetep bagian dari "do", just the way, yang penuh romantisme dan fantasy,. Dimana pada akhirnya bagi sebagian orang, adalah sangat membuang waktu untuk belajar sesuatu yang nantinyah mereka sendiri ga tau kapan akan digunakan??

Kita kembali lagi ttg membawa senjata, dg membawa senjata sudah merupakan satu resiko untuk berurusan dg hukum, atau katakanlah membawa senjata satu gudang..berani nggak anda memakainya? tega bikin cacat orang? atau bahkan membunuh lawan anda?

Dalam pandangan budo essensi beladiri tertinggi adalah kedamaian dan cinta kasih, dimana beladiri bukan lagi sebagai instrument dari War!!, beladiri adalah Spiritual, beladiri adalah way of life dan lain-lain.

Dalam jaman yang telah banyak berubah, tidak dituntut seseorang mempertahankan hak2nyah dengan beladiri, kekuatan bukan hanya dinilai secara fisik saja, beladiri telah berubah dari militer ke sipil, beladiri bisa dipertandingkan dg damai, siapa yang terkuat tidak dibuktikan dg pertarungan hidup dan mati, yang terkuat adalah terkuat dalam peraturan2 yang ketat.

Saat ini seharusnyah yang boleh memegang senjata adalah militer, dan apa yng dipelajari di kenjutsu, knife fighting, dll itu semua adalah menu militer, untungnya militer sekarang tidak lagi hanya menggunakan senjata2 tajam saja tetapi ada senjata api, yang mempunyai teknologi lebih bagus, lebih mematikan dengan jarak janglau yang lebih jauh, masyarakat sipilpun bisa memilikinya walaupun dg segala peraturan2 yang njlimet dan uang puluhan juta rupiah. Pada akhirnya masyarakat sipil boleh memegang senjata tajam, karena senjata tajam bukan senjata utama dalam militer, namun demikian masih dalam aturan2 pemerintah yang ketat, dan hal tersebut bukan hanyaberlaku di Indonesia saja, Eropa/Amerika juga terdapat Undang-undang pelarangan terhadap senjata tajam tertentu (concleable weapon /senjata tajam tersembunyi, juga termasuk balisong) dg alasan senjata tajam membahayakan sipil
seperti jaman shogunate jepang, jaman dinasty2 china, jaman kerajaan nusantara dll.

Senjata tajam adalah menu bujutsu, Sedangkan dalam budo beladiri tangan kosong lebih diutamakan, hehe, apa berhenti sampai disitu saja, bagi pecinta edged weaponry arts? ohh nope... perkembangan edged weaponry juga ga kalah dg beladiri tangan kosong, tapi ya emang ga sebegitu populernya dg MMA (bikin iri ahh...)

Tetep dipertandingkan!! lho apa bisa?? pertandingan adalah satu hal yang sangat dibutuhkan safety untuk para pelakunya (padahal bonyok juga yah....) untuk itu tentunya segala atribut yang ada harus disesuaikan, dari edges weapons menjadi blunt weapon:

- Dalam Kendo, “Katana/Shinken” menjadi “Shinai” atau “Pedang Bambu”.

- Board Sword yang berat dan Rapier yang tajam pada Historical Fencing disesuaikan menjadi, “Sable”, “Dagen” dan “Floret” pada Modern Fencing.

- Kampilan, Pinuti, Barong, tidak boleh dipakai, yang dipertandingkan dalam Eskrima adalah Stick Fighting. Knife yang tajam, diganti pisau kayu (Sayang dalam World StickFighting Championship 2007 CDP-WF, di Kuningan - Jakarta tahun kemarin, ijin pertandingan Knife Fighting tidak dikeluarkan)

- Dalam Kenjutsu yaitu seni pedang Jepang sendiri masih dipertandingkan, begitu banyak Ryuha di Jepang, Eropa, dan belahan benua yang lain yang masih mempertandingkan bagaimana keindaan seorang “Samurai” dalam mencabut pedang, memotong tatami yang berisi bambu dalam tameshigiri.

- dan lain-lainnyah

Senjata tajam brutal?? kelas rendahan?? Silahkan disimpulkan sendiri dari tulisan ini.
Tetapi kalau itu dipakai beneran dalam real life! uwaaaaaahhh jawabnya pasti: iya!!

Pada akhirnyah semua praktisi beladiri sipil, entah yang dipelajari koryu atau military arts sekalipun, akan menjadikan semua yang dipelajari hanyah sebatas "Life Style", Sudah bukan jamannyah lagi menyelesaikan sebuah masalah dg Martial Arts. (hartcone)

0 comments:

Post a Comment