Ini adalah laporan perjalanan sahabat saya, Dodit Setiyohadi, yang kemaren bersama2 mengikuti kejuaraan Cacoy Doce Pares World Arnis Eskrima Championship 2009 di Cebu Pilipina, dimana kami team CDP-CMAA Indonesia dibawah asuhan Master Glen Gardiner bisa membawa pulang 6 medali emas, 8 medali perak dan 11 medali perunggu.
(Kang Dodit minta ijin artikel ente di blog.liputan6.com saya share disini.)
Pada 23 hingga 27 April lalu, saya beserta tujuhbelas rekan berada di Cebu, Filipina, untuk mengikuti World Eskrima Arnis Championship. Saya bisa paham jika banyak yang akan bertanya: kejuaraan apa ini? Eskrima Arnis memang sendiri kurang begitu populer di Indonesia. Namun di Australia, Eropa, serta Amerika jenis beladiri ini cukup dikenal.
Eskrima Arnis adalah salah satu bentuk beladiri yang berasal dari Philipina. Di khazanah beladiri dunia, Eskrima Arnis terkenal dengan tehnik permainan tongkatnya yang mampu memukul sasaran dengan sangat cepat. Bahkan bagi seorang eskrimador (petarung eskrima), melakukan duaratus pukulan dalam satu menit, adalah hal yang biasa.
Berbekal latihan cukup keras selama berbulan bulan, kami tim Indonesia akhirnya memberanikan diri berangkat ke Cebu, Filipina, untuk mengikuti kejuaraan dunia tersebut. Keberangkatan ini ibarat mendatangi kandang macan, karena Cebu adalah asal beladiri eskrima arnis. Apalagi tim dari negara lain pun pasti juga telah mempersiapkan diri dengan maksimal. Maka bisa dikatakan dalam kejuaraan inilah para macan eskrimador dunia berkumpul. Sedangkan tim Indonesia? Apakah macan juga? Kami mencobanya.
Kami berangkat dengan optimisme. Meski demikian jangan anda bayangkan kami berangkat seperti tim olahraga yang sudah mapan dan didukung penuh oleh negara. Jangan dibayangkan kami berangkat dengan didampingi dengan tim offisial yang siap melayani berbagai keperluan bertanding, tim dokter yang siap setiap saat jika kami cedera, serta tim gizi, yang siap menyediakan makanan enak dan bergizi yang layak dan harus dikonsumsi kami sebagai atlit. Bukan seperti itu yang kami alami. Kami nekad berangkat hanya dilandasi pada kecintaan pada olah raga beladiri, khususnya eskrima arnis. Sebelum berangkat, kami (khususnya pelatih kami master Glen Gardiner) berjibaku mengumpulkan dana agar bisa berangkat, mencari tiket pesawat termurah dan mencari informasi penginapan yang terjangkau. Dalam kondisi yang serba terbatas inilah kami berangkat dengan tekad, mengibarkan merah putih di Cebu.
Bagi saya pribadi ada tambahan tugas, yaitu membuat laporan bagi SCTV tentang kejuaraan dunia ini. Sebelum berangkat pun saya sudah membayangkan betapa berat tugas yang harus saya sandang. Selain harus bertanding saya juga harus mengambil gambar, karena dalam tugas kali ini saya tidak didampingi oleh juru kamera, karena tim kami tak mampu membiayai tiket dan akomodasinya.
Demikianlah, dengan semangat 45 kami bertanding di Sport Hall Ayala Cebu Philipina. Selama tiga hari penuh kami bertanding habis habisan. Seluruh apa yang kami pelajari dan kami punyai, kami tumpahkan di ring pertandingan.
Karena tidak didampingi oleh tim offisial maka kami saling membantu saat bertanding. Jika ada teman yang bertanding, maka yang sedang tidak bertanding, bertindak sebagai pendamping, membawa dan membantu memakai peralatan bertanding, mengipasi, mengelap keringat, memberi minum, memijat, dan yang paling penting adalah memompa semangat bertanding. Namun celakanya jadwal pertandingan demikian padat, Sehingga beberapa kali terjadi atlit Indonesia harus bertanding tanpa pendamping. Ia harus melayani diri sendiri tanpa seorang pedamping, dan tanpa pemompa semangat. Ibarat kuda , kami berpacu tanpa kehadiran joki yang harus menyambuk agar bisa berlari kencang.
Sedangkan saya sendiri, selain harus berlaga, dan mendampingi rekan yang bertanding, tugas lain juga harus saya laksanakan, yaitu bertindak sebagai reporter televisi yang harus mengumpulkan informasi serta mengambil gambar. Maka, ditengah nafas tua yang masih ngos ngosan dan peluh mengucur deras usai pertandingan, saya sempatkan mengambil momen-momen selama pertandingan.
Selama tiga hari penuh kami bertanding. Kami memeras keringat, mengatur strategi, dan di salah satu nomor, kami harus menahan sakit manakala tongkat rotan musuh menghantam bertubi-tubi tubuh kami.
Namun akhirnya semua kelelahan, dan rasa rasa sakit seketika musnah begitu saja saat Supreme Grand Master Cacoy Canete, guru besar Cacoy Doce Parres Eskrima Arnis mengalungi medali-medali bagi kami. 6 medali emas disematkan oleh beliau. Jumlah ini mengungguli perolehan medali emas tuan rumah yang hanya mengumpulkan empat medali emas. Itu artinya kami mampu mengaum lebih kencang, mengungguli auman macan-macan eskrimador dari negara lain. Sebuah auman yang membanggakan bagi kami eskrimador Indonesia. (Dodit Setiyohadi)
Sumber: blog.liputan6.com